Tengkleng Gajah, Sajikan Makanan Porsi Besar, Untungnya Besar
Penampilan makanan yang unik dan strategi digital marketing yang baik, jadi kunci mendatangkan pelanggan.
Setyo Hartono, pendiri Tengkleng Gajah.
Dalam bisnis kuliner modern tidak cukup hanya bermodal masakan lezat. Penampilan makanan yang instagramable dan strategi digital marketing yang tepat bisa jadi kunci penting untuk meningkatkan penjualan. Hal itu sudah dipraktikkan oleh Setyo Hartono, pemilik rumah makan Tengkleng Gajah. Apa saja kiatnya?
Bagi orang yang baru pertama kali berkunjung ke Yogyakarta, mendengar nama Tengkleng Gajah mungkin langsung timbul pertanyaan. Seberapa besar menunya dan terbuat dari apa? Bayangan makanan berporsi besar hampir selalu muncul di kepala. Dan memang, itulah salah satu kunci memikat yang pertama. Sebab, bagi yang paham dengan tengkleng, yang identik dengan masakan tulang kambing dari Solo, pasti sudah mengerti makanan ini dagingnya sedikit karena tinggal bagian sisa menempel tulang. Jadi, nama “gajah” itu sendiri adalah sebuah daya tarik tersendiri.
Awal mendirikan rumah makan ini berasal dari popularitas tengkleng yang tinggi di Yogyakarta. Sebagai pecinta kuliner, Hartono melihat warung tengkleng di Yogya belum ada yang menyajikan tengkleng yang spesial. “Saya lihat tengkleng yang dijual dagingnya minim. Makanya saya membuat inovasi dengan membuat tengkleng yang dagingnya masih banyak. Satu lagi, tulang yang kita sajikan ukurannya juga besar, tidak seperti tengkleng umumnya. Karena itu disebut sebagai tengkleng gajah,” kata Hartono.
Tengkleng berukuran jumbo jadi idola pelanggan.
Ukuran tulang tengkleng lebih besar dibanding warung lain, membuat Tengkleng Gajah cepat terkenal dan jadi tujuan pecinta kuliner. “Sajian tengkleng berpenampilan unik ini membuat banyak pelanggan balik lagi makan di sini,” sebut Hartono.
Bumbu andalan, kunci kelezatan masakan
Setyo Hartono dan masakan best seller yang dimasak dengan Kecap Bango.
Kini Rumah Makan Tengkleng Gajah menjual berbagai hidangan berbahan daging dan tulang kambing seperti tengkleng original, tengkleng goreng, tengkleng sambel bawang, sate, tongseng, gule, nasi goreng kambing, dan nasi briyani. Hampir semua jenis hidangan tersebut menggunakan kecap manis sebagai bumbunya. Hanya tengkleng original dan gule yang tidak menggunakan kecap manis.
Hartono mengaku sejak awal berdirinya Tengkleng Gajah, dia menggunakan Kecap Bango sebagai pilihan. Tapi sebagai penikmat kuliner, ia sempat penasaran dan mencoba membandingkan dengan kecap manis merek lain. “Tapi cita rasanya tidak bisa menyamai Kecap Bango. Karena itu Kecap Bango sudah jadi pilihan sejak awal buka. Hampir semua masakan di rumah makan saya menggunakan Kecap Bango. Rasa Kecap Bango itu stabil. Warnanya masakan bagus dan lebih mengilat. Kecap Bango juga menghasilkan rasa karamel yang sangat kuat,” kata Hartono.
Sudah 13 tahun Kecap Bango menjadi bumbu andalan di rumah makan Tengkleng Gajah. Hartono sudah puas dengan pilihan Kecap Bango dan mengaku tak akan berganti pilihan. Misalnya untuk menu Tengkleng Gajah dengan kuah tongseng. Proses memasak tengkleng yang cukup panjang, lalu dimasak dengan kuah tongseng, tidak membuat rasa asli rempah tengkleng yang asin gurih hilang. Selain itu, warna kecokelatan yang dihasilkan pun sangat khas masakan Jawa, dengan rasa manis gurih yang seimbang.
Perjuangan melewati krisis dengan digital marketing
Teknologi memang sangat membantu dalam perkembangan Tengkleng Gajah. Apalagi di masa-masa sulit. Sejak 2018, dia secara reguler memasang iklan di media sosial, yaitu di Facebook dan Instagram. Cara ini ternyata efektif untuk mendatangkan pelanggan. Setelah rutin mengiklankan produk dan rumah makannya, penjualannya bisa meningkat 20% persen di hari biasa dan mencapai 50% di akhir pekan.
Hartono punya tips unik saat memasang iklan di media sosial. Dia biasanya akan ngobrol dengan pelanggan yang datang di rumah makan. Setelah itu dia akan bertanya kota asal pelanggan tersebut. Setelah mendapatkan data kota asal pelanggan, baru iklan dipasang berdasar insight dari pelanggan.
Misalnya saja ada rombongan satu bus datang dari Surabaya makan di Tengkleng Gajah. Setelah itu, Hartono akan mengarahkan iklan konten media sosial ke sekitar Surabaya. Obrolan dari pengunjung tersebut yang biasanya menjadi patokan iklan akan diarahkan ke kota mana. Kreativitas dalam memanfaatkan media sosial ini ternyata berhasil mendongkrak penjualan Tengkleng Gajah, termasuk saat melewati banyak krisis yang pernah datang menghampiri.
Penerapan protokol kesehatan di masa pandemi.
Saat datang pandemi di awal 2020, omzet usahanya turun hingga 50% dibanding masa normal. Beberapa langkah pun dilakukan untuk mempertahankan penjualan. Pertama, adalah menerapkan protokol kesehatan agar pelanggan merasa aman saat dine in. Kedua, mereka mengandalkan digital marketing di media sosial. “Tujuan dari iklan media sosial di masa pandemi ini adalah mengabarkan kepada pelanggan bahwa Tengkleng Gajah tetap buka. Target iklan selama pandemi juga berubah, lebih diarahkan di sekitar Yogyakarta. Alasannya, karena mobilitas orang dibatasi dan pengunjung dari luar kota berkurang,” paparnya berbagi pengalaman saat memanfaatkan digital marketing di saat-saat sulit.
Inovasi dan tantangan ke depan
Selain masa sulit, masa Ramadhan juga menjadi waktu menantang bagi Tengkleng Gajah. Sebab, tamu akan datang bersamaan menjelang buka puasa. Maka, demi menghindari penumpukan di sore hari, mereka menganjurkan reservasi kepada pelanggan, sehingga menu bisa disiapkan sebelum mereka datang. Pesan-pesan semacam itu sering disampaikan melalui media sosial mereka.
Maka, saat sore ketika pelanggan berdatangan, karyawan lebih mudah mengatur tempat duduknya. Hal ini juga terkait dengan penerapan protokol kesehatan di masa pandemi. Sistem reservasi ini sangat membantu dalam menyiapkan menu, karena tak ada penumpukan pesanan di satu waktu. Selain sistem reservasi, mereka menyiapkan perluasan area makan, untuk mengantisipasi penumpukan pelanggan.
Tengkleng Gajah juga membuat frozen food untuk pelanggan. Produk frozen food saat ini dikembangkan lebih serius dengan uji laboratorium di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Dalam waktu dekat, Tengkleng Gajah akan meluncurkan frozen food dalam kemasan kaleng. Melengkapi produk yang sudah ada sebelumnya yaitu dalam kemasan plastik.
Frozen food yang mereka olah pun diharapkan bisa jadi andalan tambahan. Sebab, banyak juga yang ingin buka puasa di rumah, tapi dengan menu tengkleng. Ke depan, inovasi-inovasi semacam inilah yang akan membuat rumah makan Hartono bisa terus bertahan dan berkembang. Kita tunggu saja kiprah Tengkleng Gajah selanjutnya.
Tips Sukses Ala Tengkleng Gajah
- Membuat nilai lebih pada masakan yang sudah populer, yakni tengkleng berukuran jumbo.
- Memilih nama merek yang membuat pelanggan penasaran.
- Memanfaatkan digital marketing untuk meningkatkan penjualan.
- Selalu berusaha mendapatkan insight dari pelanggan untuk menentukan target pemasaran yang tepat.
- Menggunakan Kecap Bango yang menghasilkan rasa lezat dan penampilan mengilat.
- Tak henti berinovasi. Mereka berencana membuat menu kaleng untuk mendapat pasar lebih luas.